Puisi Sapardi Djoko Damono

Percakapan Malam Hujan
Hujan, yang mengenakan mantel, sepatu panjang, dan payung, berdiri di samping tiang listrik.
Katanya kepada lampu jalan,
“Tutup matamu dan tidurlah. Biar kujaga malam.”
“Kau hujan memang suka serba kelam serba gaib serba suara desah;
asalmu dari laut, langit, dan bumi;
kembalilah, jangan menggodaku tidur.
Aku sahabat manusia. Ia suka terang.”
~*Sapardi Djoko Damono*~
[Hujan Bulan Juni, 1973] Bunga-Bunga di Halaman
mawar dan bunga rumput
di halaman: gadis yang kecil
(dunia kecil, jari begitu
kecil) menudingnya…
mengapakah perempuan suka menangis
bagai kelopak mawar; sedang
rumput liar semakin hijau suaranya
di bawah sepatu-sepatu…
mengapakah pelupuk mawar selalu
berkaca-kaca; sementara tangan-tangan lembut
hampir mencapainya (wahai, meriap rumput di tubuh kita)…
~*Sapardi Djoko Damono*~
[1968]
Kisah
Kau pergi, sehabis menutup pintu pagar sambil sekilas menoleh namamu sendiri yang tercetak di plat alumunium itu…
Hari itu musim hujan yang panjang dan sejak itu mereka tak pernah melihatmu lagi…
Sehabis penghujan reda, plat nama itu ditumbuhi lumut sehingga tak bisa terbaca lagi…
Hari ini seorang yang mirip denganmu nampak berhenti di depan pintu pagar rumahmu, seperti mencari sesuatu…
la bersihkan lumut dari plat itu, Ialu dibacanya namamu nyaring-nyaring.
Kemudian ia berkisah padaku tentang pengembaraanmu..
~*Sapardi Djoko Damono*~
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semua Ini Sudah Berlalu - Boy Candra